Tidak suka daging atau makanan yang susah ditelan, porsi makannya juga sedikit. 
"Kayak kebayang makan bagian dalam daging leher sendiri. Basah dan berbunyi...."
"....? Kok seram amat perumpamaannya?" andai Kiyoshiro tahu, mungkin dia juga tidak akan nafsu makan selama beberapa hari. 
 

Aku nggak begitu suka pemandian umum, atau tempat umum yang mengharuskan membuka seluruh kain di badan. Biasanya aku cukup bilang "lagi itu (Haid)," lalu aku bisa lolos.
 

"Aku lahir 18 Maret. Hiro yang lahir bulan Mei harusnya panggil aku 'Oneesan', dong."
"Nggak mau. Kamu pendek soalnya." 
"Buat ukuran cowok, kamu juga pendek, loh..."
"Tapi, tinggian aku kebanding Kana." 
Ruri: "Apa-apaan percakapan ala anak SD begini? Kalian sebentar lagi kelas 3, loh?"
....EH, tadi Hiro bilang 'enggak', ya?
 

"Pita merah lagi?" 
"... Ini juga masih nggak mirip sama yang dibelikan Mama dulu," Kana menimang pita berenda di tangan. Rasa-rasanya, pita itu hilang di malam itu, entah mungkin terbakar. Lama-lama, mencari pita berenda merah dan hiasan sudah jadi kebiasaan tersendiri. 
 

Mamaku aktris berbakat. Beliau bisa memerankan wanita anggun sampai petarung tangguh, bahkan tanpa stuntman atau body double. Dulu, aku juga ingin jadi seperti itu; mampu tampil tanpa stuntmant di film aksi. Karena itu, hal pertama yang muncul di pikiranku adalah "Aku harus lincah, minimal bisa parkour!" saat melihat adegan aksi kejar-kejaran lompat dari atap ke atap mobil di jalan raya.

Aku mulai belajar dari mulai melatih keseimbangan, lari di dinding, sampai lompat di tangga. Tanpa sadar malah jadi hobi.
 

Kemudian, karir akting seorang Hoshino Kana diisi dengan (sebagian besar) peran antagonis. Kelincahannya hanya terpakai di peran hantu yang muncul dari tempat-tempat sempit dan tinggi, sehingga efek kejutnya alami.